- Back to Home »
- jenis minyak tasiri , komponen minyak atsiri , metode pemurnian minyak , minyak atsiri »
- Tujuan Pemurnian Minyak Atsiri
Posted by : Unknown
Paper Minyak
Atsiri
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
RISKA NIM :
1105105010000
WAWAN
DARMAWAN NIM : 1105105010033
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL
PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2013
A. Pengertian Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan minyak yang
mudah menguap dan banyak digunakan dalam industri sebagai pemberi aroma dan
rasa. Nilai jual dari minyak atsiri sangat ditentukan oleh kualitas minyak dan
kadar komponen utamanya. Minyak atsiri di Indonesia sebagian besar masih
diusahakan oleh masyarakat awam, sehingga minyak yang dihasilkan tidak memenuhi
persyaratan mutu yang ditetapkan. Kualitas atau mutu minyak atsiri ditentukan
oleh karakteristik alamiah dari masing-masing minyak tersebut dan bahan-bahan
asing yang tercampur di dalamnya. Adanya bahan-bahan asing tersebut dengan
sendirinya akan merusak mutu minyak atsiri yang bersangkutan. Bila tidak
memenuhi persyaratan mutu, maka nilai jual minyak tersebut akan jauh lebih murah.
Untuk meningkatkan kualitas minyak
dan nilai jualnya, bisa dilakukan dengan beberapa proses pemurnian baik secara
fisika ataupun kimia. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa proses
pemurnian bisa meningkatkan kualitas minyak tersebut, terutama dalam hal warna,
sifat fisikokimia dan kadar komponen utamanya. Proses pemurnian yang akan
dibahas adalah untuk pemurnian minyak nilam, akar wangi, kenanga dan daun
cengkeh. Dari proses pemurnian bisa dihasilkan minyak yang lebih cerah dan
karakteriknya memenuhi persyaratan mutu standar.
Indonesia merupakan salah satu
negara pengekspor minyak atsiri, seperti minyak nilam, sereh wangi yang dikenal
sebagai Java cittronellal oil, akar wangi, pala, kenanga, daun cengkeh, dan
cendana. Beberapa daerah produksi minyak atsiri adalah daerah Jawa Barat (sereh
wangi, akar wangi, daun cengkeh, pala), Jawa Timur (kenanga, daun cengkeh),
Jawa Tengah (daun cengkeh, nilam), Bengkulu (nilam), Aceh (nilam, pala), Nias,
Tapanuli, dan Sumatera Barat (Manurung, 2003).
Teknik penyulingan minyak atsiri
yang selama ini diusahakan para petani, masih dilakukan secara sederhana dan
belum menggunakan teknik penyulingan secara baik dan benar. Selain itu,
penanganan hasil setelah produksi belum dilakukan secara maksimal,
seperti pemisahan minyak setelah penyulingan, wadah yang digunakan,
penyimpanan yang tidak benar, maka akan terjadi proses-proses yang tidak
diinginkan, yaitu oksidasi, hidrolisa ataupun polimerisasi. Biasanya minyak
yang dihasilkan akan terlihat lebih gelap dan berwarna kehitaman atau sedikit
kehijauan akibat kontaminasi dari logam Fe dan Cu. Hal ini akan berpengaruh
terhadap sifat fisika kimia minyak. Untuk itu, proses penyulingan minyak yang
baik dan benar perlu diketahui secara lebih rinci, sehingga minyak yang dihasilkan
dapat memenuhi persyaratan mutu yang ada.
Kualitas atau mutu minyak atsiri
ditentukan oleh karakteristik alamiah dari masing-masing minyak tersebut dan
bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya; adanya bahan-bahan asing akan
merusak mutu minyak atsiri. Komponen standar mutu minyak atsiri ditentukan oleh
kualitas dari minyak itu sendiri dan kemurniannya. Kemurnian minyak bisa
diperiksa dengan penetapan kelarutan uji lemak dan mineral. Selain itu, faktor
yang menentukan mutu adalah sifat-sifat fisika-kimia minyak, seperti bilangan
asam, bilangan ester dan komponen utama minyak, dan membandingkannya dengan
standar mutu perdagangan yang ada. Bila nilainya tidak memenuhi berarti minyak
telah terkontaminasi, adanya pemalsuan atau minyak atsiri tersebut dikatakan
bermutu rendah. Faktor lain yang berperan dalam mutu minyak atsiri adalah jenis
tanaman, umur panen, perlakuan bahan sebelum penyulingan, jenis peralatan yang
digunakan dan kondisi prosesnya, perlakuan minyak setelah penyulingan, kemasan
dan penyimpanan.
B. Pemurnian
Minyak
Secara umum yang dimaksud pemurnian adalah
menghilangkan bahan/benda asing yang mengotori suatu zat/senyawa. Pada minyak
atsiri bahan yang mengotorinya antara lain adalah debu, oksida logam (karat),
resin dan sebagainya yang terlarut, terdispersi atau teremulsi di dalamnya.
Adakalanya minyak atsiri sengaja dicampur dengan bahan lain untuk memperbesar
volumenya tetapi mutunya rendah. Pengotoran minyak yang terbanyak adalah karat besi (Fe2O3) yang
menyebabkan minyak berwarna gelap. Pengotoran minyak umumnya bersifat
fisika-kimia dapat dikurangi dengan cara penyulingan ulang (rektifikasi) dan
cara pengendapan (flokulasi). Rektifikasi dapat dilakukan dengan cara
penyulingan kering pada kondisi vakum atau dengan cara hidrodistilasi. Pada
proses hidrodistilasi ini minyak dicampur dengan air dan disuling kembali. Cara
pemanasannya sebaiknya menggunakan pipa pemanas uap air (sistem tertutup) untuk
menghindari kerusakan minyak. Bisa juga digunakan pemanasan dengan api
langsung, hanya saja pemakaian air pencampur harus cukup banyak. Pemurnian
minyak secara flokulasi khusus digunakan untuk menghilangkan karat (Fe2O3) yang
terkandung dalam minyak. Pemucatan atau pemurnian minyak dengan cara
hidrodistilasi/penyulingan ulang selain untuk menghilangkan karat juga untuk
minyak yang berubah warna karena oksidasi/polimerisasi.
•
Logam Þ minyak
berwarna gelap akibat reaksi dg logam ® dijernihkan dengan penambahan asam berbasa, seperti
asam tartarat dan sitrat.
Prinsip pemurnian minyak dengan cara hidrodistilasi
ini sama dengan penyulingan biasa dimana
minyak dicampur dengan air dalam perbandingan tertentu sesuai dengan sifat
minyak kemudian baru disuling. Untuk minyak nilam perbandingannya adalah 1
bagian minyak nilam dan 5 bagian air. Alat pemurnian minyak ini terdiri dari
tungku/pemanas, ketel suling, pendingin, pemisah minyak dan kohobasi. Bahan
konstruksi alat ini hendaknya dari besi tahan karat dan sebaiknya diperlengkapi
dengan sistem kohobasi agar dapat bekerja secara terus menerus.
C.
Tujuan Pemurnian minyak atsiri


Tujuan
utama pemurnian minyak atsiri adalah
untuk dapat meningkatkan mutu minyak atsiri dan stabilitas minyak atsiri selama
penyimpanan dan pengangkutan secara flokulasi pemurnian bertujuan untuk
menghilangkan logam terutama karat (Fe2O3) yang terkandung didalamnya.
Chelating agent (bahan penggumpal) yang banyak digunakan adalah asam tartarat
karena daya gumpalnya untuk membentuk garam komplek dengan Fe2O3 cukup besar.
Pada pemurnian minyak nilam yang keruh (transmisi cahaya 16,2%) dihasilkan
minyak bening (transmisi cahaya 17,7%) dengan perolehan minyak (recovery)
97,2%. Sedangkan kadar Fe dalam minyak turun dari 236 ppm menjadi 96 ppm. Asam
tartarat yang digunakan sebanyak 1% dan dalam
bentuk larutan dalam etanol. Untuk menghilangkan karat (Fe2O3) dalam
minyak, proses flokulasi lebih mudah dan ekonomis dibandingkan cara penyulingan
ulang (hidrodistilasi).
Menurut
Sugono, praktisi dan konsultan minyak asiri di Bogor, Jawa Barat, kualitas
minyak atsiri-apa pun jenisnya-dapat didongkrak dengan redestilasi atau
penyulingan ulang. Syaratnya: alat suling harus berbahan besi nirkarat sehingga
logam dari alat suling tidak mengotori minyak yang dimurnikan. Caranya, tambahkan air pada minyak yang akan dimurnikan dengan perbandingan
minyak dan air 1 : 5. Campuran itu lalu disuling. Dengan cara itu minyak yang
dihasilkan dapat memenuhi standar nasional Indonesia (SNI). Sejatinya, dengan
penyulingan ulang pemurnian menggunakan bentonit dan asam sitrat tak perlu
dilakukan lagi. Redestilasi bermanfaat ganda: menghilangkan logam pengotor
sekaligus meningkatkan kadar komponen utama minyak
Metode – Metode Permunian Minyak Atsiri
Deterpenasi
Deterpenasi merupakan salah satu pemurnian minyak
atsiri yaitu dengan memisahkan komponen minyak atsiri berupa terpen, karena
banyaknya terpen yang terkandung dalam suatu minya atsiri akan menurunkan
kualitas minyak atsiri berupa bau yang kurang mantap. Metode umum pemisahan
atau pengurangan terpen yang digunakan menurut Wakayabashi (1961) dalam
Djuanita (1995), yaitu destilasi bertingkat dalam kondisi vakum, ekstraksi
secara selektif dengan menggunakan pelarut (cair-cair), dan kromatografi
menggunakan gel silica. Namun, yang paling banyak digunakan adalah metode
ekstraksi cair-cair atau menggunakan pelarut.
Biasanya pelarut yang digunakan adalah pelarut polar
dan non polar, dimana fraksi terpen akan terlarut dalam pelarut non polar dan
fraksi terpen-o akan terlarut dalam pelarut polar. Metode penghilangan senyawa
terpen atauterpenless biasa dilakukan terhadap minyak atsiri yang
akan digunakan dalam pemuatan parfum, karena minyak yang dihasilkan akan
memberikan aroma yang lebih baik (Hernani et al., 2002; Sait dan Satyaputra,
1995). Ada dua cara penghilangan terpen, yaitu dengan adsorpsi menggunakan
kolom alumina menggunakan eluen tertentu dan ekstraksi menggunakan alkohol
encer.
Tujuan dihilangkannya terpen dari minyak atsiri adalah
untuk menguapkan aroma khas dari minyak lemon. Minyak lemon dicampur dengan
pelarut ethanol dengan perbandingan 1:4 dan dimasukkan ke dalam erlenmeryer.
Kemudian campuran tersebut dimasukkan ke dalam labu pemisah dan didiamkan
selama 24 jam. Hal ini ditujukan untuk memisahkan fraksi terpen dengan
terpen-o.
Persyaratan standar mutu minyak atsiri menggunakan
batasan atau kriteria-kriteria tertentu. Biasanya dalam karakteristik mutu
dicantumkan sifat khas minyak atsiri sesuai dengan bahan asalnya atau
karakteristik ilmiah dari masing-masing minyak tersebut. Dari sifat fisika kita
akan mengetahui keasliannya, sedangkan dari sifat
kimianya yang meliputi komponen kimia pendukung minyak secara
umum bisa diketahui, terutama komponen utamanya. Adanya bahan-bahan asing yang
tercampur dengan sendirinya akan merusak mutu minyak tersebut. Oleh karena itu,
cara-cara sederhana tetapi teliti sangat diperlukan untuk mendeteksi adanya
bahan-bahan asing, baik secara kualitatif ataupun kuantitatif. (Pardede, 2003).
Deterpenasi merupakan teknik pemisahan dengan
menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan berupa pelarut organik seperti
alkohol, hexan, eter, dan sebagainya. Deterpenasi adalah pemisahan minyak
atsiri dengan terpen. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan senyawa atau
flavor yang lebih kuat. Proses ini sangat berguna dalam menghasilkan minyak
essens bermutu tinggi. Proses pemisahan menggunakan prinsip perbedaan massa
jenis minyak dengan terpen. Minyak yag digunakan pada praktikum kali ini adalah
minyak lemon dan pelarut yang digunakan adalah alkohol 90%. Minyak lemon yang
digunakan adalah sebanyak 25 ml dan dilarutkan dalam 100 ml etanol serta
ditambahkan air sebagai pelarut non-polar. Setelah dilakukan pencampuran
dilakukan pemisahan sehingga terbagi menjadi 2 fasa, yaitu fasa polar dan non-polar.
Fase ini terdiri atas minyak atsiri yang terlarut dalam senyawa nonpolar,
sedangkan terpen terlarut dalam hidrokarbon-O (senyawa polar). Fase polar
merupakan terpen yang terbentuk dan tidak diproses lanjut. Fasa yang diambil
adalah fase non-polar yang selanjutnya dilakukan evaporasi dengan
menggunakan rotary evaporator untuk memisahkan minyak dengan
air. Terbentuknya 2 fasa ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Ketaren
(1986) karena minyak atsiri pada minyak pala terdiri dari campuran senyawa non-polar
(hidrokarbon) dan polar (hidrokarbon-O), maka pelarut yang digunakan terdiri
dari kombinasi pelarut-pelarut polar dan non-polar sehingga fraksi hidrokarbon
akan terdistribusi di lapisan pelarut non-polar, sedangkan fraksi hidrokarbon-O
terdistribusi pada pelarut polar.
Proses pemurnian bisa dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode, yaitu secara fisika dan kimia. Hal ini terkait dengan sifat
minyak atsiri yang teriri dari 3 berbagai komponen kimia dan secara alami
terbentuk pada tanaman sesuai dengan tipe komponen yang berbeda dari setiap
tanaman (Davis et al., 2006). Proses pemurnian secara fisika bisa
dilakukan dengan menistilasi ulang minyak atsiri yang dihasilkan (redestillation)
dan distilasi fraksinasi dengan pengurangan tekanan. Untuk proses secara kimia
dengan 1) adsorpsi menggunakan adsorben tertentu seperti bentonit, arang aktif,
zeolit, 2) menghilangkan senyawa terpen (terpenless) untuk meningkatkan
efek flavouring, sifat kelarutan dalam alkohol encer, kestabilan dan daya
simpan dari minyak, dan 3) larutan senyawa pembentuk kompleks seperti asam
sitrat, asam tartarat (Sait dan Satyaputra, 1995).
Pada
proses distilasi fraksinasi akan jauh lebih baik karena komponen kimia
dipisahkan berdasarkan perbedaan titik didihnya (Sulaswasty dan Wuryaningsih,
2001). Komponen kimia yang terpisah sesuai dengan golongannya. Adsorpsi adalah
proses difusi suatu komponen pada suatu suatu permukaan atau antar partikel.
Dalam adsorpsi terjadi proses pengikatan oleh permukaan adsorben padatan atau
cairan terhadap adsorbat atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul lainnya (Anon,
2000). Untuk proses tersebut, bisa digunakan adsorben, baik yang bersifat polar
(silika, alumina dan tanah diatomae ataupun non-polar (arang aktif) (Putra,
1998). Adsorben yang digunakan pada praktikum isolasi minyak atsiri berikut ialah
bentonit.).
Adsorpsi
Adsorpsi
adalah proses fisik atau kimia dimana senyawa berakumulasi di permukaan
(interface) antar dua fase. Interface merupakan suatu lapisan yang homogen
antara dua permukaan yang saling berkontak. Substansi yang diserap disebut
adsorbat sedangkan material yang berfungsi sebagai penyerap disebut adsorben.
Mekanisme
yang terjadi pada proses adsorpsi yaitu:
1. Molekul-molekul adsorben berpindah dari fase bagian terbesar larutan ke permukaan
interface, yaitu lapisan film yang melapisi permukaan adsorben atau eksternal.
2. Molekul adsorben
dipindahkan dari permukaan ke permukaan luar dari adsorben (exterior surface).
3. Molekul-molekul
adsorbat dipindahkan dari permukaan luar adsorben menyebar menuju pori-pori
adsorben. Fase ini disebut dengan difusi pori.
4. Molekul adsorbat
menempel pada permukaan pori-pori adsorben.
Ada
dua metode adsorpsi yaitu adsorpsi fisikadan adsorpsi kimia. Perbedaan dasar
antara adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia adalah sifat dari gaya-gaya yang
menyebabkan ikatan adsorspi tersebut:
1. Adsorpsi
fisika
Ikatan
Van der Walls, reversible, karena proses penyerapan dapat lepas
kembali ke dalam pelarut, kalor adsorpsi kecil yaitu 5-10 kkal/mol. Kecepatan
pembentukan ikatan cukup tinggi, regenerasi dapat dilakukan, terjadi pada suhu
rendah, makin tinggi suhu tingkat penyerapan semakin kecil.
2. Adsorpsi
kimia
Ikatan
kimia, Irreversible, karena proses penyerapan tidak dapat dilepas kembali ke
dalam pelarut, kalor adsorpsi besar yaitu 10-100 kkal/mol, kecepatan pembentukan
ikatan bisa lambat bisa cepat, tergantung besarnya energi aktivasi. Regenerasi
tidak dapat dilakukan, terjadi suhu tinggi, makin tinggi suhu tingkat
penyerapan semakin besar.
Pada
praktikum, minyak yang telah dicampurkan bentonit diaduk selama 20 menit dengan
tujuan agar kontak antara minyak dengan adsorben menjadi lebih efektif sehingga
dapat menghasilkan efek adsorbs yang optimal. Daya penyerapan terhadap warna
juga dipengaruhi oleh bobot jenis adsorbennya. Semakin rendah bobot jenis
adsorben, maka semakin efektif penyerapan terhadap warna. Selain bobot jenis,
faktor lainnya yang berpengaruh ialah pH adsorben. Pada hasil adsorbsi, untuk
metode pemucatan untuk minyak lemon digunakan arang aktif sebanyak 0,5 gr
dengan hasilnya berupa minyak
yang lebih jernih.
Metode
adsorbsi selanjutnya ialah metode penarikan air. Penarikan minyak atsiri dengan
metode penarikan air merupakan metode yang paling sederhana, ekonomis dan murah
dalam pengerjaannya (Guenther, 1987). Penambahan natrium sulfat anhidrat ini
dimaksudkan untuk menarik air yang masih terdapat dalam minyak atsiri dimana
air akan ditarik oleh natrium sulfat anhidrat hingga dihasilkan minyak atsiri
dengan kemurnian yang tinggi. Adapun sesuai data golongan P1, minyak lemon yang
dihasilkan menjadi lebih jernih.
Flokulasi
Flokulasi
atau pengkelatan adalah pengikatan logam dengan cara menambahkan
senyawa pengkelat dan membentuk kompleks logam senyawa pengkelat (Ekholm et
al., 2003). Proses pengkelatan dilakukan dengan cara yang sama dengan
adsorpsi hanya dengan mengganti adsorben dengan senyawa pengkelat. Senyawa
pengkhelat yang cukup dikenal dalam proses pemurnian minyak atsiri, antara lain
asam sitrat, asam malat, asam tartarat dan EDTA (Karmelita, 1991; Marwati et
al., 2005; Moestafa et al., 1990).
Proses
pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan kompleks logam
dengan senyawa pengkelat. Berarti proses pengkelatan dipengaruhi oleh
konsentrasi senyawa yang ada, jenis pengkelat, kecepatan dan cara pengadukan,
waktu kontak dan teknik penyaringan (Karmelita, 1991).
Senyawa fenol murni dapat mengikat ion logam sehingga warna menjadi lebih
gelap (Sastrihamidjojo, 2002). Penambahan flokulan berupa asam sitrat pada proses
pengkhelatan yang dilakukan pada praktikum kali ini dapat melepas ion logam
dari senyawa fenol, sehingga ion logam ini dapat terikat pada senyawa asam
sitrat yang ditambahkan. Hal ini dapat membuat minyak yang awalnya
berwarna lebih gelap menjadi lebih jernih karena telah terikatnya
senyawa logam pada asam sitrat dan senyawa fenol yang terkandung lebih
murni. Pada praktikum yang dilakukan diperoleh nilai flokulasi untuk
minyak sereh sebesar 0,6986 gr. Hal ini membuktikan bahwa
kandungan logam yang ada pada minyak telah terikat pada asam sitrat. Asam
sitrat tersebut membentuk endapan dan pada akhir proses asam sitrat tersebut
disaring menggunakan kertas saring.
Pengkelatan
Pengkelatan
adalah pengikatan logam dengan cara menambahkan senyawa pengkelat dan membentuk
kompleks logam senyawa pengkelat (Ekholm et al., 2003). Proses pengkelatan dilakukan dengan cara yang sama
hanya dengan mengganti adsorben dengan senyawa pengkelat. Senyawa pengkelat
yang cukup dikenal dalam proses pemurnian minyak atsiri, antara lain asam
sitrat, asam malat, asam tartarat dan EDTA (Karmelita, 1997; Marwati et al.,
2005;Moestafa et al., 1990).
Proses
pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan kompleks logam
dengan senyawa pengkelat. Berarti proses pengkelatan dipengaruhi oleh
konsentrasi senyawa yang ada. Secara umum kesembangan reaksinya dapat ditulis
sebagai berikut:
L-+S-→ LS
L = logam
S = senyawa
pengkelat
LS =
kompleks logam-senyawa pengkelat
Senyawa pengkhelat yang
digunakan adalah EDTA yang bersifat asam dengan ion negatif (-), sedangkan
logam akan diikat bersifat positif karena adanya perbedaan muatan tersebut
menyebabkan logam yang terdapat di dalam minyak atsiri dapat diikat dengan
senyawa tersebut, sehingga minyak lemon bebas
dari logam. Proses flokulasi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
kecepatan pengadukan, jenis flokulan dan banyaknya flokulan yang ditambahkan.
Pada pemucatan minyak lemon,
digunakan arang aktif seberat 0,5 gram untuk membuat minyak lemon tersebut
menjadi murni. Masa arang aktif yang digunakan diperoleh dari 2% volume minyak
atsiri yang digunakan. Karena penambahan arang aktif ini, warna minyak lemon
menjadi lebih jernih dari sebelum penambahan arang aktif. Hal ini dikarenakan arang
aktif dapat menyerap zat-zat pengkotor minyak atisiri tersebut. Pada penarikan
air, digunakan Na2SO4 seberat 1% dari volume minyak
atsiri. Pada praktikum ini digunakan Na2SO4 seberat
0,25 gram dari volume minyak lemon 25 ml. Dengan penarikan air ini menjadikan
minyak lemon tampak lebih jernih. Hal ini disebabkan Na2SO4 dapat
menyerap kandungan air yang terdapat di dalam minyak atsiri.
Pada proses pengkelatan minyak
atsiri digunakan EDTA sebanyak 0,5 ml untuk mengikat logam yang terdapat di
dalam minyak lemon sebanyak 25 ml. Dari hasil percobaan pengkelat minyak lemon
ini dihasilkan minyak lemon jernih sebesar 18,444 ml. Sehingga logam yang
terikat dengan EDTA dapat dihitung dari jumlah minyak ditambah dengan jumlah
EDTA dikurangi dengan jumlah minyak jernih yang dihasilkan, sebanyak 7,056 ml.
Dengan demikian logam terikat yang diikat oleh EDTA sebanyak 6,556 ml dari
minyak lemon. Dengan proses pengkelatan ini menjadikan minyak lemon menjadi
lebih jernih dari sebelumnya karena logam yang terkandung didalamnya dapat
diserap oleh senyawa-senyawa pengkelat, diantaranya adalah EDTA.
Isolasi
Eugenol
Minyak
cengkeh merupakan minyak atsiri yang dipeoleh dari tanaman cengkeh (Eugenia
caryophyllata Thunb). Minyak atsiri ini dapat diperoleh dari bunga, gagang,
dan daun tanaman cengkeh. Kualitas minyaknya dievaluasi dari kandungan fenol,
terutama eugenol. Kandungan eugenol dalam minyak bunga, gagang dan daun cengkeh
sangat dipengaruhi oleh keadaan bahan baku, metode penyulingan minyak dan
pengambilan eugenol dari minyak. Kadar eugenol dalam minyak cengkeh dipengaruhi
oleh asal minyaknya. Kadar terbanyak dan kualitas yang baik dapat dihasilkan
oleh minyak yang diperoleh dari bunga dan gagang cengkeh.
Sifat fisiko kimia
minyak cengkeh yang pernah diteliti oleh Rusli et. al. (1980) dapat dilihat
pada tabel berikut.
Karakteristik
|
Nilai
|
Berat Jenis pada 250C
Indeks bias pada 250C
Putaran Optik
Kelarutan dalam etanol 70%
Kadar Eugenol % (v/v)
|
1.309
1.5312
-1018’0’’
1:1 larut jernih
81.0
|
Mutu minyak
cengkeh yang baik adalah minyak yang mepunyai bobot jenis, indeks bias dan
putaran optik yang tinggi, serta memiliki kelarutan dalam alkohol yang
baik. Eugenol reaktif terhadap basa kuat khususnya NaOH dan KOH. Sifat ini
dimanfaatkan untuk memungut eugenol dari minyak daun cengkeh. Eugenol dapat
berupa zat cair berbentuk minyak tidak berwarna atau sedikit kekuning-kuningan.
Larut dalam alcohol, kloroform, eter dan sedikit larut dalam air,
berbau tajam minyak cengkeh, berasa membakar dan panas di kulit. Eugenol
memiliki titik didih 255 oC dan tekanan uap 10 mmHg pada
123 oC (Poucher, 1974), densitas 1,064 - 1,068 g/ml dan indeks
bias 1,541 pada 20 oC (NTP, 2001). Menurut Guenter (1990)
kandungan eugenol minyak cengkeh yang berasal dari bunga berkisar antara
90-95%, gagang berkisar antara 83-95% sedangkan minyak dari daun cengkeh
memiliki kandungan eugenol berkisar antara 82-87%.
Eugenol,
sebagai bagian terbesar dari minyak cengkeh merupakan senyawa dari
golongan oxygenated hydrocarbondengan rumus molekul C10H12O2, dan
mempunyai bobot molekul 164,2. Eugenol adalah cairan berbentuk minyak, tidak
berwarna atau agak kekuningan dan akan menjadi berwarna coklat jika
kontak dengan udara. Kekentalan dan
warna eugenol akan meningkat apabila selama penyimpanan mengalami kontak dengan
udara dan sinar. Eugenol tidak mempunyai sifat memutar bidang polarisasi.
Menurut Gesner dan Hawley (1977), nama lain dari eugenol adalah
4-etil 2-metoksi fenol, 1-hidroksi 2-metoksi 4-alil benzene atau 4-alil
guaiacol, yang tidak bersifat optis aktif.
Dalam praktikum
ini dilakukan isolasi eugenol dari minyak cengkeh. Hal ini dilakukan dengan
penambahan NaOH 5% untuk selanjutnya didiamkan selama satu malam. Selanjutnya
lapisan yang mengandung Eugenolat-Na ditambahkan eter lalu dilakukan pencucian
dan pemisahan. Langkah selanjutnya adalah penambahan HCl 3%. Selanjutnya,
bagian eugenol dipisahkan dari larutan NaCl dengan corong pemisah sedangkan
sisa eter diuapkan dengan penangas air. Selanjutnya ditambahkan dengan Na2SO4 kering
lalu dipisahkan bagian eugenol dari Na2SO4 dengan
cara disaring sehingga didapatkan isolate eugenol.
Menurut
Gennaro (1985), pengambilan
eugenol dari minyak daun cengkeh dapat dilakukan dengan empat tahap. Tahap
pertama, minyak daun cengkeh direaksikan dengan NaOH ekses sehingga membentuk
natrium eugenolat yang larut dalam air. Pada reaksi ini hanya eugenol yang
bereaksi dengan NaOH. Reaksi antara eugenol dengan NaOH merupakan reaksi yang
cepat mencapai kesetimbangan (Sastrohadmijojo, 2004). Reaksinya adalah sebagai
berikut.
Ada dua fenomena
sekaligus yang terlibat dalam reaksi pengambilan eugenol dari minyak cengkeh,
yaitu ekstraksi dan reaksi kimia. Eugenol berpindah dari fasa kariofilin ke
fasa air sebagai proses ekstraksi dan selanjutnya eugenol dalam air akan
bereaksi dengan NaOH. Proses yang melibatkan ekstraksi dan reaksi kimia disebut
dengan ekstraksi reaktif. Pada tahap kedua, campuran reaksi diekstraksi dengan
eter untuk menghilangkan komponen lain dalam minyak. Tahap ketiga, campuran
diasamkan dengan larutan HCl sampai pH 3. Pengasaman ini bertujuan untuk
memperoleh eugenol kembali dari larutan natrium eugenolat.
Tahap keempat
adalah pemurnian eugenol yang dapat dilakukan dengan destilasi vakum.
Eugenol dapat
diisolasi dengan cara minyak daun cengkeh hasil destilasi ulang
ditambah dengan larutan NaOH. Jumlah mol NaOH yang digunakan harus proporsional
dengan kandungan eugenol dalam minyak daun cengkeh. Reaksi ini hanya eugenol
yang bereaksi dengan NaOH membentuk Na-eugenolat yang larut dalam air. Setelah
reaksi berlangsung akan diperoleh dua lapisan. Lapisan atas merupakan senyawa
atau komponen dalam minyak daun cengkeh selain eugenol. Lapisan bawah yang
mengandung eugenol dipisahkan dari lapisan atas. Eugenol dapat diperoleh dengan
mengasamkan larutan eugenolat denga menambahkan HCl hingga pH 3. Pada akhir
reaksi ini terjadi dua lapisan, dimana lapisan atas mengandung eugenol
(Sastohamidjojo, 2004).
Menurut literatur Sastohamidjojo (2004), nilai rendemen eugenol sebesar
82-95%. Prinsip isolasi eugenol yaitu memisahkan senyawa eugenol dari senyawa
non-eugenol yang terkandung dalam minyak cengkeh dengan mentode ekstraski
menggunakan basa (NaOH). Ion Na dari basa mengikat eugenol membentuk kompleks
eugenolat-Na, selanjutnya diputuskan
ikatannya dengan menambahkan larutan asam klorida sehingga diperoleh eugenol
bebas dan garam. Berdasarkan data praktikum golongan P1, tidak dijelaskan
volume akhir minyak cengkeh yang dihasilkan sehingga tidak dapat diketahui
total rendemen yang dihasilkan. data isolasi eugenol mengacu pada data
praktikum golongan P2 dimana minyak cengkeh hasil isolasi yang terbentukadalah sebanyak 15 ml dari total volume cengkeh awal adalah sebesar 50 ml.
Dengan demikian hasil rendemen minyak cengkeh yang dihasilkan adalah sebesar
30% Hasil ini menunjukkan rendemen yang sangat
rendah dibandingkan literature yang ada. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak
factor, terutama pengaturan kondisi saat penyimpanan bahan (sampel) seperti
pengaturan suplai udara dan cahaya sehingga kadar eugenol yang dihasilkan tidak
sesuai dengan yang diinginkan.